BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Kebudayaan merupakan
wujud dari budi daya manusia yang mencakup berbagai pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan. Perkawinan
merupakan salah satu bentuk perwujudan nilai budaya tersebut, salah satunya pada suku melayu di Kepulauan
Meranti. Dalam perkawinan suku melayu di Kepulauan Meranti terdapat kepercayaan
Islam, kuatnya pengaruh Islam dalam upacara perkawinan ini dikarenakan pada
saat masuknya Islam di Kepulauan Meranti menyebabkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan masyarakat melayu. Masyarakat suku Melayu di Kepulauan Meranti mengenal prinsip “Adat sebenar adat merupakan
prinsip yang bersumber pada agama Islam, dan aturan adat ini tidak dapat
diubah, karenanya hukum melayu Kepulauan Meranti tidak dapat dipisahkan dari
nilai keislaman. Adat perkawinan dalam budaya Melayu terkesan rumit karena
banyak tahapan yang harus dilalui. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan
dalam pandangan Melayu harus mendapat restu dari kedua orang tua serta harus
mendapat pengakuan yang resmi dari tentangga maupun masyarakat.
Pada dasarnya, Islam
juga mengajarkan hal yang sama. Meski tidak masuk dalam rukun perkawinan Islam,
upacara-upacara yang berhubungan dengan aspek sosial-kemasyarakatan menjadi
penting karena di dalamnya juga terkandung makna bagaimana mewartakan berita
perkawinan tersebut kepada masyarakat secara umum. Dalam adat perkawinan
Melayu, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi,
yang keseluruhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta
keluarganya. Hanya saja, memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang
dipraktekkan secara berbeda-beda di sejumlah daerah dalam wilayah geo-budaya
Melayu. Sebenarnya jika mengikuti ajaran Islam yang murni, tahapan upacara
perkawinan cukup dilakukan secara ringkas dan mudah. Dalam ajaran Islam,
perkawinan itu sudah dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat
dan rukun-rukunnya. Ajaran Islam perlu diterapkan di berbagai daerah dengan
menyertakan adat-istiadat yang telah menjadi pegangan hidup masyarakat tempatan.
Dalam pandangan Melayu secara umum, prinsip (syariat) Islam perlu “dikawinkan”
dengan adat budaya masyarakat.
Sehingga, integrasi ini
sering diistilahkan sebagai “Adat bersendi syarak, Syarak bersendi Kitabullah”,
atau “Syarak mengata, adat memakai” (apa yang ditetapkan oleh syarak itulah
yang harus digunakan dalam adat). Dalam pandangan budaya Melayu, kehadiran
keluarga, saudara-mara, tetangga, dan masyarakat kepada majelis perkawinan
tujuannya tiada lain adalah untuk mempererat hubungan kemasyarakatan dan
memberikan kesaksian dan doa restu atas perkawinan yang dilangsungkan.
Perkawinan yang dilakukan tidak berdasarkan pada adat Melayu setempat akan
menyebabkan masyarakat tidak merestuinya. Bahkan, perkawinan yang dilakukan
secara singkat akan menimbulkan desas-desus tidak sedap di masyarakat, mulai
dari dugaan kumpul kebo, perzinaan, dan sebagainya.
Menurut Amran Kasimin,
perkawinan dalam pandangan orang Melayu merupakan sejarah dalam kehidupan
seseorang. Rasa kejujuran dan kasih sayang yang terbangun antara suami-istri
merupakan nilai penting yang terkandung dalam makna perkawinan Melayu. Untuk
itulah, perkawinan perlu dilakukan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat,
sehingga perkawinan tersebut mendapat pengakuan dan restu dari seluruh pihak
dan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
yang ada dimakalah ini adalah :
1.
Bagaimana mengenalkan
kebudayaan melayu dikabupaten Kepulauan Meranti ?
2. Bagaimana
tradisi sebelum pernikahan masyarakat Melayu di kabupaten Kepulauan Meranti ?
3. Bagaimana
prosesi pernikahan masyarakat melayu dikabupaten kepulauan Meranti ?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui sejauh mana perkembangan kebudayaan melayu yang ada di Kabupaten
Kepulauan Meranti
2. Untuk
mengetahui proses-proses apa sajakah yang dilalui sebelum melaksanakan
pernikahan
3. Untuk
mengetahui bagaimana kegiatan atau prosesi pada saat pernikahan masyarakat
melayu di Kabupaten Kepulauan Meranti
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pemahaman
kebudayaan Melayu di Kabupaten Kepulauan Meranti
1.
Pengertian Budaya
Seperti yang dijelaskan diatas sebelumnya
bahwa Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Indonesia memiliki banyak suku bangsa
dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan, yang tercermin pada pola dan gaya hidup
masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa
dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya
seni Koentjaraningrat (1958 : 181).
2.
Sistem Kekerabatan dalam Budaya Melayu Riau.
Dalam hal ini kebudayaan erat hubungannya
antara kebudayaan dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat, “masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan,
sehingga tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya
tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya”. Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi Kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat (1980 : 30). Dari beberapa pendapat di atas bisa
kita ambil kesimpulan bahwa Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan dan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi, sosial, religi, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Pada garis besarnya sistem kekerabatan
dalam masyarakat suku-suku bangsa Indonesia memakai sistem kekerabatan
bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan garis keturunan dari ayah
dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat masuk ke dalam
kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem inilah yang
banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil kebudayaan
daerah dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem
kekerabatan yang hanya berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat Melayu
Riau). Kebudayaan daerah lainnya memakai sistem kekerabatan unilareal
patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis ayah saja. Lain
halnya sistem kekerabatan didaerah Selatpanjang khususnya masyarakat melayu
banyak diantaranya menggunakan sistem kekerabatan unilareal patrineal.
Berbanding terbalik dengan daerah Riau lainnya yang menggunakan sistem
kekerabatan unilateral matrilineal.
B.
Adat
Istiadat Perkawinan Masyarakat Melayu di Kabupaten Kepulauan Meranti
1.
Defnisi
Upacara Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu fase
kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting. Dibanding dengan fase
kehidupan lainnya, fase perkawian merupakan fase yang sangat penting dan
spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan upacara tersebut akan
banyak yang tertuju padanya, mulai dari memikirkan proses akad nikah,
persiapannya, upacara pada hari pernikahannya, hingga setelah upacara usai
digelar.
Adat pernikahan dalam budaya Melayu Riau
terkesan agak rumit karena banyak tahapan yang harus dilalui. Perkawinan dalam
pandangan melayu harus mendapat restu dari kedua orang tua serta mendapat
pengakuan resmi dari masyarakat. Yang pada dasarnya, Islam juga mengajarkan hal
yang demikian. Dalam upacara adat melayu Riau, rangkaian upacara perkawinan
dilakukan secara terperinci dan tersusun rapi. Yang mana keseluruhan rangkaian
itu wajib dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta keluarganya.
Dalam pandangan budaya melayu, kehadiran
keluarga, sedara-mara, tetangga dan masyarakat di majelis perkawinan tujuannya
adalah untuk mempererat tali silaturahim dan memberikan kesaksian beserta doa
atas perkawinan yang dilangsungkan. Perkawian yang dilakukan tidak berdasarkan
adat istiadat melayu setempat ( kab. Kep. Meranti) menyebabkan masyarakat tidak
merestuinya. Bahkan akan menimbulkan perkataan-perkataan kurang menyenangkan
dari masyarakat, mulai dari dugaan seperti perzinaan dan lain sebagainya. Untuk
itulah, perkawinan hendaknya dilakukan menurut adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat.
2.
Tradisi
Sebelum Perkawinan Masyarakat Melayu di kabupaten Kepulauan Meranti
Ketika seorang lelaki dan perempuan hendak
menikah tentu diawali dengan proses yang panjang. Proses paling awal menuju
perkawinan yang dimaksud adalah penentuan siapa jodoh yang cocok untuk dirinya
yang mana dalam adat Melayu hal itu disebut dengan merisik atau meninjau.
Setelah jodoh yang dipilih itu sesuai, maka dilanjutkan dengan merasi, yaitu
proses mencari tahu apakah jodoh yang dipilih itu cocok (serasi) ataukah tidak.
Jika kedua tahapan tersebut sudah dilalui dengan baik dan semestinya, maka
kemudian dapat dilanjutkan dengan proses melamar, meminang dan bertunangan.
Setelah bertunangan, maka proses perkawinan dapat segera dilakukan.
Proses-proses tersebut ialah sebagai berikut :
a. Merisik
atau Meninjau
Yaitu proses dimana salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak
calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu
keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah
untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai
ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang
kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan
berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga
wanita. Adat merisik biasanya dilakukan oleh pihak calon pengantin pria,
sedangkan adat meninjau dilakukan oleh kedua belah pihak. Kegiatan meninjau
dilakukan adalah untuk mengetahui tempat asal calon yang akan dinikahi.
b.
Merasi
Kegiatan merasi untuk saat ini jarang dilakukan oleh masyarakat melayu.
Karena pada arti sebenarnya, Merasi adalah kegiatan meramal atau menilik
keserasian antara kedua calon pasangan yang dijodohkan. Kegiatan ini biasanya
dilakukan oleh seorang perantara seorang ahli yang sudah biasa bertugas
melakukan proses perjodohan. Pencari jodoh tersebut akan memberikan pendapatnya
apakah pasangan yang dimaksud tersebut serasi atau tidak. Pada masyarakat
dahulu, proses ini sangat penting untuk dilakukan karena akan sangat
mempengaruhi kehidupan rumah tangga calon pengantin dimasa depan agar tidak
terjadi perceraian, musibah dan lain sebagainya.
Namun perlahan-lahan proses itu sudah jarang dilakukan oleh masyarakat
melayu khususnya masyarakat di kepulauan Meranti. Semenjak berkembangnya zaman,
proses itu ditinggalkan oleh masyarakat setempat. Menurut pendapat yang ada,
pada zaman dulu proses itu dilakukan karena dulu tidak adanya proses pacaran
antara lelaki dan perempuan yang semestinya sudah mengetahui serasi atau
tidaknya hubungan mereka. Namun sekarang istilah pacaran sudah melekat bagi
calon pasangan pengantin dan kurangnya kepercayaan tentang musibah, perceraian
dan lain sebagainya, sehingga perlahan-lahan proses merasi di kepulauan Meranti
menghilang dengan sendirinya.
c.
Meminang
Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini
diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui
penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga
calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan
lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara
meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga
pria membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak
pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar
tanda dan beberapa tepak pengiring.
d.
Mengantar belanja
Upacara mengantar belanja adalah kedatangan
perutusan keluarga calon pengantin lelaki kerumah calon pengantin wanita untuk
menyerahkan uang belanja sebagai bantuan untuk biaya pelaksanaan upacara
pernikahan dengan jumlah yang disesuaikan dengan kesangguapan calon pengantin
lelaki. Mengantar uang belanja ini dilengkapi pula dengan bahan pengiring berupa
berbagai barang-barang keperluan calon pengantin wanita yang juga disesuaikan
dengan kemampuan pihak lelaki. Menurut kebiasaannya, barang-barang antaran ini
disamping sejumlah uang juga disertakan barang-barang
seperti Sepasang bahan pakaian kebaya
dari Tenunan Siak atau lebih, Sepasang bahan pakaian kebaya dari
jenis kain lainnya atau lebih, bahan keperluan sholat, tas tangan, selop
(sandal), sepatu, handuk mandi, selimut,
bahan untuk berhias, bunga rampai secukupnya, pakaian dalam, menyerahkan komplit seperangkat
peralatan tidur, bunga
rampai secukupnya.
Yang paling utama megantar belanja adalah uang
belanja sebagai tanda tanggung jawab. Sedangkan uang hantaran sering dibuat
kreasi dalam berbagai bentuk, seperti misalnya berbentuk kapal layar, rumah-rumah
atau bunga dll sesuai kemampuan sipenggubah memberikan kreasi. Penyampaian uang
hantaran beserta barang-barang pengiringnya ini disampaikan dalam suatu upacara
khusus dan lazimnya disampaikan melalui juru bicara dari masing-masing pihak
dalam bentuk pantun yang diawali denag tukat menukar tapak sirih yang berisi
lengkap, sebagai tanda kesucian hati dari kedua belah pihak.
Maksud yang terkandung dari pelaksanaan
upacara mengantar belanja ini adalah sebagai tanda tanggung jawab dan rasa
kebersamaan dari pihak lelaki, terutama sebagai dalam iktikat membina rumah
tangga bahagia, rukun damai, sakinah, mawaddah warahmah. Dan disini tertanam
sifat kegotong royongan. Adapun pelaksanaan acara ini adalah penyampaian maksud
mengantar belanja yang disampaikan oleh juru bicara dan menyebutkan satu
persatu apa-apa yang diserahkan dan sekaligus menetapkan hari pernikahan.
Mengantar belanja atau yang biasanya dikenal dengan seserahan dapat
dilakukan beberapa hari sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu
rangkaian dalam upacara akad nikah. Jika antar belanja diserahkan pada saat
berlangsungnya acara perkawinan, maka antar belanja diserahkan sebelum upacara
akad nikah. Beramai-ramai, beriring-iringan, kerabat calon pengantin
laki-laki membawa antara belanja kepada calon
pengantin wanita. Konsep pemikiran dari upacara antar belanja adalah simbol dari
peribahasa-peribahasa seperti “rasa senasib sepenanggungan”, “rasa seaib dan
semalu”, dan “yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing”. Makna dalam
upacara antar belanja ini adalah rasa kekeluargaan yang terbangun antara
keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Oleh karena makna dan
tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan, maka tidak dibenarkan jumlah
seserahan yang diantarkan menimbulkan masalah yang menyakiti perasaan di antara
mereka. Ungkapan adat mengajarkan:
Adat Melayu sejak dahulu
Antar belanja menebus malu
Tanda senasib seaib semalu
Berat dan ringan bantu-membantu.
e. Menggantung-gantung
Menggantung-gantung adalah hari dimulainya
secara nyata persiapan upacara perhelatan pernikahan akan dilangsungkan. Ini
dilakukan sekira 5 sampai 6 hari menjelang hari pernikahan. Kegiatan ini
diawali dengan memasang tenda pelaminan. Setelah tenda pelaminan selesai
dipasang, maka pentas tersebut ditepung tawari, dan setelah itu barulah
dilanjutkan dengan memasang hiasan berupa tabir belang dengan cara digantung,
yang dilakukan oleh juru pelaminan.
Pengantin ibarat raja dan ratu sehari, maka untuk keduanya disiapkan
pelaminan yang megah bak singgasana.
Tabir belang digantung pada 4 sisi pelaminan
dan dilengkapi dengan tabir gulung dan tabir jatuh serta tabir perias yang
dipasang pada bagian atas tabir belang.Warna tabir belang diatur dimulai dari
kuning, hijau dan merah. Dibagian tingkat pelaminan dipasang susur bertekat dan
dikiri kanan tempat duduk pelaminan dipasang bantal papan dan bantal susun
(bantal kopek). Variasi lainnya berupa kelambu memakai kain yang indah dengan
warna yang cocok dan serasi, namun tetap sederhana dan titik norak dengan
segala yang berkilat.
f. Menjemput
Menjemput adalah bagian dari persiapan yang dilakukan untuk
melaksanakan pekerjaan dalam majelis nikah-kawin. Pelaksanaan dalam pekerjaan
ini didalamnya mengandung nilai-nilai kebersamaan antara sesama. Sebelum diadakan
acara menjemput terlebih dahulu diadakan musyawarah dirumah calon pengantin
peempuan untuk menentukan siapa yang akan diajak dan dijemput. Pekerjaan
menjemput ini hendaklah dilakukan secara seksama supaya orang-orang yang pantas
diajak tidak tersalah. Hal ini juga menyangkut kepada penghargaan dan kedudukan
seseorang didalam masyarakat. Sehingga tampaklah pada pekerjaan mengajak dan
menjemput ini mempunyai nilai etika dan moral yang tinggi.
Untuk mengajak dan
menjemput ini dilakukan oleh pengantin yang sudah mempunyai pengalaman dan
selalu membawa tepak sirih yang lengkap dengan isinya.
g. Berandam
Upacara ini lazim dilakukan setelah malam
berinai, yaitu keesokan harinya. Tujuannya untuk menghapuskan atau membersihkan
sang calon pengantin dari “kotoran” dunia sehingga hatinya menjadi putih dan
suci. Berandam pada hakikatnya adala mlakukan pencukuran bulu roma pada wajah
dan tengkuk calon pengantin wanita sekaligus juga membersihkan mukanya. Untuk
calon pengantin laki-laki biasanya yang dicukur adalah rambut yang tumbuh
dikepalanya saja.
h. Berinai
Tujuan upacraini dilakukan untuk menolak bala
dan melindungi pasangan pengantin dari marabahaya termasuk bahaya yang kasat
mata, menaikkan aura dan cahaya pengantin wanita dan memunculkan wibawa
pengantin laki-laki. Berinai berarti
mengoesi kuku jari dengan inai. Simbolik
yang terkandung dalam penginaian ini adalah hidup baru, artinya dengan berinai
sepasang muda-mudi telah melangkahkan kakinya memasuki kehidupan rumah tangga.
Pelaksanaan inai untuk pengantin laki-laki diawali dengan berbaringnya
pengantin diatas tikar yang terbuat dari pandan. Kemudian kedua telapak tangan
dan kaki beserta ujung kuku diolesi inai.
i.
Berkhatam Qur’an
Acara ini sudah selazimnya dilakukan oleh
pasangan calon pengantin yang akan menikah. Para orang tua biasanya akan
mengizinkan anaknya untuk menikah bila putra dan putrinya dinilai sudah pandai
mengaji. Acara khatam Qur’an ini akan dilakukan kedua pengantin didepan
pelaminan yang diikuti oleh sejumlah ibu-ibu pengajian dan guru ngajinya.
Setelah selesai melakukan khatam, kedua pengantin beranjak kerumah sang guru
ngaji untuk mengantar tabak yaitu pulut kuning yng sudah ditata rapi diatas
sebuah wadah yang tebuat dari kayu berukir yang dihiasi dengan ulur-ulur, bunga
telor dan telor merah.
3.
Prosesi pernikahan masyarakat melayu di
kabupaten kepulauan Meranti
Adapun proses yang dilalui dalam acara atau pesta pernikahan adalah :
a. Menikah
Pada hari yang telah ditentukan, calon
mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon
pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian pakaian adat melayu
kurung pengantin layaknya Raja sehari dan memakai tanjak (semacam topi untuk
mempelai pria). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas
kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati
sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya
seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad
nikah.
Diselatpanjang tepatnya, pelaksanaan akad
nikah biasanya dilaksanakan pada malam hari. Setelah rombongan mempelai pria
datang beserta rombongan mereka disambut langsung masuk kedalam rumah mempelai
wanita. Acara dimulai dengan upacara tukar-menukar tepak sirih dan juga memakan
sirih yang disediakan dari masing-masing mempelai. Kemudian dilanjut dengan
acara ijab qobul oleh pengantin pria dan upacara tepuk tepung tawar oleh para
tetua lelaki maupun perempuan dari pihak mempelai laki-laki dan perempuan.
Setelah acara selesai, pengantin pria beserta rombongan kembali lagi ke rumah
untuk mempersiapkan acara bersanding keesokan harinya.
b. Bersanding
Upacara ini dilaksanakan setelah resmi
akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan
duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin
wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria.
Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun.
Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang
Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta
rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :
·
Barisan Pulut Kuning
beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
·
Wanita (Ibu) pembawa
Tepak Sirih.
·
Wanita (Ibu) pembawa
beras kuning (Penabur)
·
Pengantin pria
berpakaian lengkap
·
Dua orang pendamping
mempelai pria, mengenak
·
pakaian adat Teluk
Belanga
·
Pemegang payung kuning.
·
Orang tua mempelai pria.
·
Saudara-saudara kandung
pengantin pria.
·
Kerabat atau sanak
famili.
Kedatangan rombongan disambut pencak silat
dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan
ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil
berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara ‘Hempang Pintu’
(berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saat itu, pihak keluarga
mempelai perempuan telah menghempang kain sebagai ‘penghalang’ didepan pintu
tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih
dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual
ini disebut sebagai ‘Hempang Pintu’. sesampainya di depan pelaminan, pihak
mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan
berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan
bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi
uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di
pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara
Tepung Tawar.
c.
Tepuk tepung tawar
Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan
kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh
adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin,
ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu
dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan
kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan
seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta
bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia.
Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan
berupa ‘bunga telur’ yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada
sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan
terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan
terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya,
disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai.
d.
Makan nasi hadap-hadapan
Upacara ini dilakukan di depan pelaminan.
Hidangan yang disajikan untuk upacara ini dibuat dalam kemasan seindah mungkin.
Yang boleh menyantap hidangan ini selain kedua mempelai adalah keluarga
terdekat dan orang-orang yang dihormati. Dalam upacara ini juga biasanya lazim
diadakan upacara pembasuhan tangan pengantin laki-laki oleh pengantin wanita
sebagai ungkapan pengabdian seorang istri terhadap suaminya.
e. Berdimar atau mandi taman
Seusai acara bersanding, keesokan harinya
diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam
hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik
dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual ‘memandikan’ kedua mempelai
ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan
yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para
undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai
jarang dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pernikahan dan perkawinan bagi orang
melayu dianggap sangat sakral, religious dan suci. Oleh karena itu tata cara
adat perkawinan melayu yang sangat erat mengandung kearifan, nilai-nilai ,
makna dan harapan perlu betul-betul dipelajari dan dipahami agar dalam
pelaksanaannya tidak menyimpang dari adat istiadat itu sendiri, terlebih lagi
jangan sampai bertentangan dengan syariat islam. Tanggung jawab melestarikan
adat melayu adalah menjadi tanggung jawab kita semua rumpun melayu. Terlebih
lagi bagi insan yang dilahirkan dari bunda tanah melayu .
Hakekatnya
, adat bukan saja menjadi acuan tamadun bangsa melayu sejak dari dahulu hingga
sekarang menjadi suatu keseimbangan yang selaras pada jati diri orang melayu,
apabila seseorang menganut agama islam, ia disebut juga masuk melayu, karena
melayu sudah diidentikkan dengan islam.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini kedepannya kita sama-sama dapat melestarikan Adat Istiadat
Perkawinan Budaya Melayu agar Adat Istiadat Perkawinan Budaya Melayu ini tidak
punah di makan oleh perkembangan zaman.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.riauheritage.org/2011/11/pengertian-melayu-dan-melayu-riau.html
http://irwanesiregar.blogspot.com/2007/11/budaya-melayu-atau-budaya-riau.html
http://the house of seserahan.blogspot.com/
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/12/riau-dan-dunia-naskah-melayu-lama.html
http://melayuonline.com/ind/news/read/9474/menyatukan-generasi-muda-demi-kemajuan-riau
0 Comments
Post a Comment